- Back to Home »
- Sejarah Gereja Katolik di Indonesia
Sabtu, 13 Juli 2013
Sejarah Gereja Katolik di Indonesia berawal
dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku.
Orang pertama yang menjadiKatolik adalah
orang Maluku,
Kolano (kepala kampung) Mamuya (sekarang di Maluku Utara) yang dibaptis bersama
seluruh warga kampungnya pada tahun 1534 setelah
menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso, seorang saudagar Portugis.
Ketika itu para pelaut Portugis baru saja
menemukan kepulauan rempah-rempah itu dan bersamaan dengan para pedagang dan
serdadu-serdadu, para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah
satu pendatang di Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius,
yang pada tahun 1546 sampai 1547 datang
mengunjungi pulau Ambon, Saparua dan Ternate.
Ia juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat.
Era VOC
Sejak kedatangan dan kekuasaan Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia tahun 1619 - 1799,
akhirnya mengambil alih kekuasaan politik di Indonesia, Gereja Katolik dilarang
secara mutlak dan hanya bertahan di beberapa wilayah yang tidak termasuk VOC
yaitu Flores dan Timor.
Para penguasa VOC beragama Protestan, maka mereka mengusir imam-imam
Katolik yang berkebangsaan Portugis dan
menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta Protestan dari Belanda. Banyak umat Katolik yang kemudian
diprotestankan saat itu, seperti yang terjadi dengan komunitas-komunitas
Katolik di Amboina.
Imam-imam Katolik diancam hukuman
mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC. Pada 1624,
Pastor Egidius d'Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia pada zaman pemerintahan
Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen,
karena mengajar agama dan merayakan Misa Kudus di penjara.
Pastor A. de Rhodes, seorang Yesuit Perancis, pencipta huruf abjad Vietnam, dijatuhi hukuman berupa menyaksikan
pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di bawah tiang
gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja digantung, lalu Pastor A. de
Rhodes diusir (1646).
Yoanes Kaspas Kratx, seorang Austria, terpaksa meninggalkan Batavia karena usahanya dipersulit oleh
pejabat-pejabat VOC, akibat bantuan yang ia berikan kepada beberapa imam
Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Ia pindah ke Makau,
masuk Serikat Jesus dan meninggal sebagai seorang martir di Vietnam pada 1737.
Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat
diliputi perang dahsyat antara Perancis dan Britania Raya bersama sekutunya
masing-masing. Simpati orang Belanda terbagi, ada yang memihak Perancis dan
sebagian lagi memihak Britania, sampai negeri Belanda kehilangan kedaulatannya.
Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat
adiknya, Lodewijk atau Louis Napoleon, seorang Katolik, menjadi raja
Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut dan
dinyatakan bubar.
Era Hindia-Belanda
Perubahan politik di Belanda, khususnya
kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup
positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja
Katolik di Roma mendapat persetujuan Raja Louis
Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia
Belanda di Batavia (lihat: Sejarah Gereja
Katedral Jakarta)
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari
Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor
Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadi Prefek Apostolik pertama
adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa
menggantikan VOC dengan pemerintah Hindia Belanda. Kebebasan beragama kemudian
diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Imam saat itu
hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan
satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun 1889,
kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi Katolik dilarang sampai tahun 1891.
Van Lith
Misi Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor
F. van Lith, SJ yang datang ke Muntilan pada
tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan
hasil yang memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa
dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi pelajaran
agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904,
rombongan pertama orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air
Semagung yang terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini
sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono.
Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di
Muntilan yaitu Normaalschool pada tahun 1900 dan Kweekschool (Sekolah
Pendidikan Guru) pada tahun 1904. Pada tahun 1918 sekolah-sekolah
Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu Yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup pertama
di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada permulaan abad ke-20 gereja
Katolik berkembang pesat.
Pada 1911 Van
Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi pertama dari
tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1926 dan 1928,
yaitu Romo F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan Alb. Soegijapranata, SJ
Era Perjuangan Kemerdekaan
Albertus
Soegijapranata menjadi Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan
pada tahun 1940.
Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater
Hermanus Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan
pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer
Belanda II. Romo Sandjaja dikenal
sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia.
Mgr. Soegijapranata bersama Uskup Willekens SJ
menghadapi penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar
Rumah Sakit St. Carolus dapat berjalan terus.
Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional
yang beragama Katolik, seperti Adisucipto, Agustinus (1947), Ignatius Slamet Riyadi(1945) dan Yos Sudarso (1961).
Era Kemerdekaan
Kardinal pertama di Indonesia adalah Yustinus Kardinal Darmojuwono diangkat
pada tanggal 29 Juni 1967.
Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan Gereja Katolik dunia. Uskup
Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).
Paus Paulus VI berkunjung ke
Indonesia pada 1970.
Kemudian tahun 1989 Paus Yohanes Paulus II mengunjungi
Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta, Medan (Sumatera
Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan
DIY), Maumere (Flores) dan Dili (Timor
Timur).