Popular Post

Kamis, 20 Juni 2013

Di kala Sakramen Tobat “laris manis”, banyak umat mengakukan dosanya. Saya harus bersiap stamina agar tidak teler atau pingsan karena duduk berjam-jam di kamar pengakuan. Pada saat seperti itu, amat melegakan bila ada yang datang memberitahukan, “Romo, sampun telas” (Romo, sudah habis). Saya merasa, diri saya aneh dan tak konsekuen. Ketika kamar pengakuan kosong, umat disuruh mengaku dosa. Ketika banyak yang antre, malah saya mengeluh. Tidak seperti Yohanes Maria Vianney, yang tahan berlama-lama duduk di kamar pengakuan. Saya hanya sebentar saja sudah pegal. Rupanya saya harus lebih banyak belajar.

Pengakuan dosa bisa saja selesai cepat atau lama. Tetapi, belum tentu semuanya beres. Harus diakui, banyak yang mengaku dosa tidak dengan ikhlas. Masih banyak dosa yang tidak dikatakan. Malah ada yang berdalih, “Dosa saya tak ada yang sebesar batu pegunungan. Cuma dosa-dosa kecil.” Tetapi, kalau jumlah dosa-dosa kecil itu banyak, ibarat batu kerikil sekarung, tetap berat juga.



Memang minat umat yang mau mengaku dosa tidak merata. Di satu tempat, yang mengaku dosa cuma anak-anak dan orang muda. Orang tua menghilang, tak tahu ke mana. Tidak jarang orang lebih mengutamakan kebutuhan ekonomi daripada kebutuhan rohani. Di tempat lain, orang tua banyak, tetapi orang muda sedikit. Mungkin mereka merasa tidak berdosa atau belum perlu mengaku dosa. Ada yang berprinsip, “Saya mengaku dosa langsung saja kepada Tuhan.”

Apa pun alasannya, dalam hemat saya, lebih baik orang tidak mengaku dosa karena belum tahu, daripada orang mengaku dosa sekadar ikut-ikutan dan tidak mau tahu apa itu Sakramen Tobat. Umat hendaknya diingatkan terus akan makna dan tujuan tujuh sakramen dalam Gereja Katolik. Sakramen Tobat atau Rekonsiliasi adalah salah satunya. Dalam sakramen ini, Kristus berkenan mengampuni dosa kita, karena Ia punya kuasa untuk itu (bdk Mat 9:6). Dan, kuasa mengampuni dosa juga sudah diwariskan kepada para rasul (bdk Yoh 20:23).

Kemudian, warisan Kristus itu diteruskan, bukan hanya kepada para uskup yang adalah pengganti para rasul, tetapi juga kepada para imam sebagai pembantu para uskup. Pada saat seorang imam ditahbiskan, ia mendapatkan kuasa untuk menerimakan Sakramen Tobat.

Dalam arti tertentu, benar bahwa hanya Allah yang berkuasa mengampuni dosa manusia. Tetapi, Allah memiliki rencana penebusan yang tersembunyi berabad-
abad lamanya. Rencana itu terlaksana lewat Bunda Maria. Itulah mengapa Bunda Maria disebut corredemtrix (rekan penebus), meski Maria bukan penebus. Maria memang melahirkan Yesus, Putra Allah, maka ia disebut Bunda Allah.

Bila hubungan imam dan Sakramen Tobat hendak dianalogikan, maka keduanya seperti sawah atau ladang para petani yang dibajak oleh tukang bajak, bukan oleh bajak. Para imam adalah bajak. Sementara Allah sendirilah pembajaknya. Imam bukan pengampun dosa, tetapi alat yang dipakai Allah untuk memberikan pengampunan dosa. Para imam disebut alter Kristus. Artinya, mereka dapat bertindak atas nama Kristus, yang memiliki tritugas, yaitu kuasa menguduskan (imam), mewartakan (nabi), dan memimpin (raja). Karena itu, imam dapat memberi absolusi bagi para peniten.

Di samping itu, dari pihak kita yang berdosa hendaknya memperhatikan beberapa unsur agar absolusi itu bisa berdaya guna, yakni rasa sesal yang mendalam atas dosa, pengakuan sekurang-kurangnya dosa-dosa besar, kehendak tulus untuk tidak berdosa lagi, menjauhi semua kesempatan dosa, dan kesediaan untuk menjalankan semua penitensi yang diberikan oleh imam. Penitensi itu dipandang sebagai silih atas dosa kita. Ia bermanfaat untuk mempermudah penghayatan pertobatan kita. Wujudnya bisa berupa doa, pantang, derma, atau pekerjaan lain yang bersifat baik.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Martiana Tia - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -